Selasa, 02 Agustus 2011

Alergi dengan Shalat Tarawih 23 Raka’at?


Sebagian orang berpandangan bahwa di antara ciri khas seorang ahli sunah adalah alergi dengan shalat tarawih 23 rakaat secara mutlak. Ini adalah anggapan yang tidak benar. Memang benar, kita tentu sangat tidak setuju jika shalat tarawih 23 rakaat dilakukan dengan ngebut.

Perlu diketahui bahwa sebagian ulama ahli sunnah menilai bahwa riwayat shalat tarawih di masa Umar itu 23 rakaat adalah riwayat yang valid. Di antara mereka adalah imam ahli sunah di zaman ini yaitu Syaikh Abdul Aziz bin Baz. Sehingga berdasarkan hal tersebut, maka shalat tarawih 23 rakaat adalah sunah sahabat dan sunah khulafaur rasyidin.

Andaipun riwayat ini lemah, bukan berarti shalat tarawih lebih dari 11 rakaat itu terlarang karena shalat tarawih adalah bagian dari shalat malam sedangkan shalat malam itu tidak memiliki batas maksimal sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh al Bukhari dan Muslim.

Oleh karena di antara anggapan yang kurang tepat adalah kesimpulan sebagian orang bahwa jika riwayat Umar tentang Shalat Tarawih 23 rakaat adalah riwayat yang lemah maka berarti maksimal shalat Tarawih adalah 11 atau 13 rakaat.

Berikut ini adalah penjelasan Syaikh Ibnu Baz tentang masalah ini:
“Di antara hal yang hukumnya tidak diketahui oleh sebagian orang adalah anggapan sebagian orang bahwa shalat tarawih itu tidak boleh kurang dari 20 rakaat.

Demikian pula anggapan sebagian orang bahwa shalat tarawih itu tidak boleh lebih dari 11 atau 13 rakaat. Kedua anggapan ini adalah anggapan yang tidak pada tempatnya bahkan keduanya adalah anggapan yang menyelisihi banyak dalil.

Terdapat banyak hadits yang sahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa bilangan rakaat shalat malam itu longgar, tidak ada batasan baku yang tidak boleh dilanggar.

Bahkan terdapat riwayat yang sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau shalat malam sebanyak 11 rakaat dan terkadang 13 rakaat. Terkadang pula beliau shalat malam kurang dari 11 rakaat ketika Ramadhan atau pun di luar Ramadhan.

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang shalat malam, beliau mengatakan, “Shalat malam itu dua rakaat salam, dua rakaat salam. Jika kalian khawatir waktu subuh tiba maka hendaknya dia shalat sebanyak satu rakaat sebagai witir untuk shalat malam yang telah dia kerjakan” (HR Bukhari dan Muslim).

Jadi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menentukan jumlah rakaat tertentu untuk shalat malam di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan.

Oleh karena itu para sahabat di masa Umar terkadang shalat tarawih sebanyak 23 rakaat dan terkadang sebanyak 11 rakaat.

Kedua riwayat tersebut adalah riwayat yang sahih dari Umar dan para sahabat di masa Umar.

Sebagian salaf ketika bulan Ramadhan shalat tarawih sebanyak 36 rakaat terus ditambah witir 3 rakaat.

Sebagian salaf yang lain shalat tarawih sebanyak 41 rakaat.

Kedua riwayat di atas disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan para ulama selainnya.

Ibnu Taimiyyah juga menyebutkan bahwa permasalahan bilangan shalat malam adalah permasalahan yang ada kelonggaran di dalamnya. Ibnu Taimiyyah juga menyebutkan bahwa yang paling afdhol bagi orang yang mampu untuk berdiri, ruku dan sujud dalam waktu yang lama adalah mempersedikit jumlah rakaat yang dia lakukan. Sedangkan orang yang berdiri, ruku dan sujudnya tidak lama hendaknya memperbanyak jumlah rakaat yang dikerjakan. Inilah inti dari perkataan Ibnu Taimiyyah dalam masalah ini.

Siapa saja yang merenungkan dengan baik sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu dia akan berkesimpulan bahwa bilangan rakaat shalat malam yang terbaik adalah 11 rakaat atau 13 rakaat baik di bulan Ramadhan ataupun di luar Ramadhan.

Ada dua alasan untuk kesimpulan di atas:

Pertama, itulah yang sesuai dengan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mayoritas shalat malam yang beliau kerjakan

Kedua, itulah yang lebih mudah bagi banyak orang sehingga orang-orang yang melakukannya bisa lebih khusyu’ dan tenang ketika mengerjakan shalat. Sedangkan orang yang ingin lebih dari 11 atau 13 rakaat maka hukumnya adalah mubah dan tidak makruh sebagai penjelasan di atas”.

Sumber: Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawi’ah jilid 15 hal 18-19, terbitan Dar Ashda’ al Mujtama’ cetakan ketiga 1428 H.

Artikel www.ustadzaris.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download Modul Guru Pembelajar

Silahkan, bagi yang ingin mendownload modul Guru Pembelajar TIK SMP Modul TIK A, klik download Modul TIK B, klik download Modul TIK C, k...