AHMADIYAH WARISAN PENJAJAH
Ahmadiyah di negeri kelahirannya, Pakistan dan India,
lebih dikenal dengan nama jemaat (golongan) Qodiyaniah. Penamaan jemaat
ini dengan Ahmadiyah untuk mengecoh kaum muslimin di luar, sebab di ‘tanah
kelahirannya’ hanya populer dengan nama Qodiyaniah, sesuai dengan nama tempat
kemunculannya, Qodiyan. Kendatipun sejatinya tidak ada hubungannya sama sekali
antara mereka dengan Rasulullah Muhammad shallahu ‘alaihi wassalam yang salah
satu namanya adalah Ahmad. Sebab nama lengkap ‘nabi’ mereka adalah Ghulam
Ahmad, bukan Ahmad (saja). Demikian penuturan Syaikh Ilahi Zhahir, seorang
ulama Pakistan yang mendalami gerakan ini dan menuliskannya dalam buku
berjudul: al-Qodiyaniah, Dirosatun wa tahlil, terbitan Idaratu
Turjumanis Sunnah, Lahore Pakistan. 1]
Salah satu fakta tersembunyi yang beliau angkat, bahwa
Qodiyaniah (Ahmadiyah) merupakan warisan penjajah kolonialisme Inggris. Untuk membuktikannya, beliau hanya membiarkan mereka berbicara tentang diri
mereka sendiri lewat buku dan pernyataan mereka. Inilah beberapa pernyataan
mereka, baik dari nabi palsu, keturunannya, maupun misionaris agama Qodiyaniah.
Mirza Ghulam Ahmad mengaku,
“kebanyakan orang yang masuk dalam jemaatku adalah para pegawai pemerintahan kolonial
Inggris yang mempunyai kedudukan tinggi atau para petinggi negeri ini dan kaum
pedagang besar, termasuk para pengacara dan para pelajar yang menekuni kajian
inggris atau para ulama yang menjadi antek pemerintah kolonialis Inggris masa
lalu atau yang sekarang masih melayani pemerintahan kolonialis itu, kaum
kerabat mereka dan orang-orang terkasih mereka. Riskasnya, jemaat ini membentuk
pemerintahan kolonialis Inggris, sehingga mendapatkan keridhaannya... saya dan
para ulama yang mengikutiku bertugas menjelaskan kebaikan-kebaikan pemerintahan
kolonialis ini dan menanamkannya di hati ribuan orang” (Aridhatul Ghulam
al-Qodiyani, tabligh risalat 7/18) 2]
Seorang misionaris Qodiyaniah dengan bangga mengakui, “Saya beberapa kali dijebloskan dalam penjara Rusia dengan tuduhan sebagai
mata-mata Inggris. Padahal saya tidaklah pergi ke Rusia kecuali untuk
menyebarkan ajaran Qodiyaniah. Namun, dikarenakan misi dan tujuannya
berhubungan erat dengan misi pemerintahan Britania (Inggris), maka saya
terpaksa menjalankan misi pemerintahan Inggris dan melaksanakan kebijakannya”
(Maktub Muhammad Amin, penyebar Qodiyaniah, Harian al-Fadhl milik Ahmadiyah 28
September 1923 M) 3]
Sementara itu, putra si Mirza Ghulam Ahmad pun yang
menjadi khalifah Ahmadiyah pertama pun mendukung pengakuan sang ayah dengan
berkata, “Sesungguhnya ulama Islam menuduh kita membantu kolonialis Inggris
dan mengejek kita lantaran kita bergembira atas penaklukan-penaklukan yang
dilakukan pemerintah kolonialis Inggris (di negeri-negeri islam). Kita ingin
bertanya, kenapa kita tidak boleh bergembira? Mengapa kami tdak boleh bahagia?
Imam kami (Mirza Ghulam Ahmad) telah menyatakan, “Sesungguhnya aku adalah
(Imam) Mahdi ddan pemerintahan kolonialis Britania (Inggris) adalah pedangku”.
Kita bersuka cita atas kemenangan ini. Dan kita ingin menyaksikan sinar dan
kilatan ‘pedang (kolonialis Inggris)’ ini di Irak, negeri Syam dan di seluruh
wilayah. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menurunkan malaikat untuk mendukung
dan membantu pemerintah Inggris” (Harian al-Fadhl 7 Desember 1918 M) 4]
Dia menambahkan, “Sesungguhnya ada ratusan orang (jemaat
Ahmadiyah) ikut berperang bersama pasukan Inggris untuk menaklukkan negeri Irak
dan rela menumpahkan darah untuk itu” (Harian al-Fadhl 31 Agustus 1923 M) 5]
Pemerintah Afganistan pernah membunuh dua orang Ahmadiyah
yang menjadi mata-mata Inggris disaat berkecamuknya peperangan antara dua
negara itu. Menteri Urusan Dalam Negeri Afganistan menyampaikan bahwa ditemukan
dokumen-dokumen resmi yang membuktikan mereka berdua adalah antek kolonialis
Inggris. Namun, putra Mirza Ghulam Ahmad, Khalifah Qodiyaniah pertama justru
berbicara dengan bangga dalam khutbah jum’atnya, “Seandainya orang-orang
kami bila diam saja saat berada di Afganistan dan tidak berterus terang tentang
akidah kami berkaitan dengan jihad, maka tidak akan ada sesuatu yang menimpa mereka.
Akan tetapi, mereka ini tidak mampu menyembunyikan perasaan cinta dan kasih
sayang mereka kepada pemerintah Britania (Inggris) yang menugaskan mereka
melalui kami. Karenanya, mereka akhirnya tewas”. (Khutbah Jum’at yang
diterbitkan dalam Harian al-Fadhl 16 Agustus 1935 M) 6]
Demikian beberapa pengakuan jujur mereka tentang jati
diri sendiri (Ahmadiyah). Meski tidak banyak, tapi sudah memadahi untuk menampakkan
wajah asli mereka. Adalah pantas bila umat Islam tidak menerima keberadaan
mereka meski kami juga tidak mendukung tindakan anarki terhadap para pengikut Qodiyaniah
di negeri ini. Pemerintahlah yang berkewajiban mengamankan akidah umat Islam.
Wallahu a’lam.
Penulis: ustadz Abu Minhal
Majalah As-Sunnah, Edisi 10/THN.XIV/RABIUL AWWAL 1432 H /
PEBRUARI 2011 M, halaman 54.
===========================
1]
Al-Qodiyaniah,
Dirosatun wa Tahlil hlm. 11
2]
Ibid.
hlm. 15
3]
Ibid.
hlm. 33
4]
Ibid.
hlm. 33
5]
Ibid.
hlm. 33
6]
Ibid.
hlm. 34
Tidak ada komentar:
Posting Komentar