Betapa banyak rumah tangga diselamatkan oleh Allah dari
kehancuran, karena doa seorang suami atau istri untuk pasangannya. Doa,
bisa mengubah sesuatu yang sepertinya tak mungkin, menjadi mungkin. Tentu saja,
dengan izin Allah ta’ala.
Sebagai contoh kongkrit, marilah kita simak penuturan
seorang suami yang dahulunya selalu memperlakukan istrinya dengan kasar dan
semena-mena. Ia berkata, “Bila aku tidak menemukan pakaianku terletak di
tempatnya, langsung saja aku dengan kemarahan dan kalap memukulinya dan
menempeleng wajahnya. Begitu juga bila kurang garam dalam makananku. Betapa
malangnya dia. Aku bertambah marah dan naik pitam bila dia menasihatiku.
Jika dia menyuruhku shalat, aku pun marah dan justru menghidupkan musik. Kadang
aku juga memaksanya menghadiri tempat-tempat atau berbagai pesta yang tidak
layak dihadiri oleh seorang wanita muslimah.”
Istrinya pun dihadapkan pada dua pilihan. Meminta cerai,
atau bersabar serta mengadukan segalanya hanya kepada Allah ta’ala, serta
meminta solusi kepada-Nya? Ia yang masih memiliki rasa cinta kepada suaminya,
memilih alternatif kedua. Setiap malam, pada waktu sahur ia bermunajat kepada
Allah ta’ala.
Sang suami melanjutkan kisahnya. “Terkadang, di malam hari
aku bangun dari tidurku…tidak melihat istriku berbaring di atas ranjang. Maka
aku pun bangkit mencarinya. Ternyata ia sedang berdiri menghadap Allah ta’ala
dan merintih dalam doanya. Kejadian seperti ini diulanginya berkali-kali.
Hingga pada suatu malam, ketika ia sedang menangis lirih,
berdoa kepada Allah dalam shalat malamnya, aku terbangun. Tangisan dan doanya
itu telah membangunkanku. Lalu aku merasakan sakit di dadaku. Rasa sakit itu
menjadikanku mengingat kembali tentang kehidupanku selama ini, perlakuanku
terhadapnya…terbayang…terus terbayang dengan jelas. Sementara ia tetap dalam
untaian doanya yang terdengar pilu di telingaku…betapa tidak? Ia memohonkan
untukku sebuah hidayah dan kebaikan tingkah laku….
Dengan sigap, aku bangkit bergegas menuju tempat wudhu, yang
selama ini selalu kujauhi… Aku mulai berwudhu kemudian shalat berjamaah subuh
di masjid. Sejak saat itulah aku mulai mengenali diriku dan istriku dalam
posisi yang kontradiktif. Ia penuh kesabaran dan taat beribadah. Sebaliknya
diriku, penuh kemarahan dan sangat ingkar terhadap ibadah.”
Bagaimana akhir kisah ini? Mari kita simak penuturan sahabat
lelaki itu. Dia berkata, “Demi Allah…sekarang ini aku berharap bisa berbuat
seperti yang dia perbuat kepada istrinya…Kepribadiannya begitu sopan, lembut,
dan kewaraannya luar biasa. Bertolak belakang dengan sikap sebelumnya….Kini ia
terpilih sebagai petugas muadzin di salah satu masjid jami’ di kota kami tinggal. Sungguh jiwanya telah
melekat dengan masjid, padahal dahulunya sangat jauh. Maha Suci Allah yang
membolak-balikkan hati.” [1]
Contoh-contoh lain bisa kita temui di sekitar kita, atau
kita baca pada buku-buku kisah nyata.
Terasa sempitnya hidup ini, atau berbagai gambaran negatif
yang sering terbentuk saat melihat kejadian-kejadian di hadapan kita, kerap
menyeret kita ke arah ketidakbahagiaan. Salah satu penyebab hal itu adalah
keengganan kita mendoakan orang lain.
Cobalah Anda berdoa agar Allah ta’ala melapangkan hati
pasangan, insya Allah, kelapangan hati pun akan Anda dapatkan.
Ini sejalan dengan hadits Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam,
“Doa
seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang
didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Di atas kepalanya ada
malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya
dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata ’aamiin’ dan engkau pun
mendapatkan apa yang ia dapatkan.” (Riwayat Muslim)
Jadi…, mari berdoa untuk pasangan kita tercinta! (Oel)
Footnote:
[1] Sumber: Website al-Jawaahir al Islamiyyah (dikutip dari
buku, “Jangan Berputus Asa, Akhirnya Pertolongan Itu Datang…” Ahmad bin Salim
Ba Duwailan. Pustaka Ibnu Katsir)
Artikel ini adalah penggalan dari Rubrik Lentera dengan
Judul “Sertakan Aku Dalam Doamu”
Majalah Nikah Sakinah, Vol. 9 No. 11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar