Shalat gerhana dilakukan sebanyak dua raka’at dan ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Namun, para ulama berselisih mengenai tata caranya.
Ada yang
mengatakan bahwa shalat gerhana dilakukan sebagaimana shalat sunnah biasa,
dengan dua raka’at dan setiap raka’at ada
sekali ruku’, dua kali sujud.
Ada juga
yang berpendapat bahwa shalat gerhana dilakukan dengan dua raka’at dan setiap
raka’at ada dua kali ruku’, dua kali sujud. Pendapat yang terakhir inilah yang
lebih kuat sebagaimana yang dipilih oleh mayoritas ulama. (Lihat Shohih Fiqh
Sunnah, 1/435-437)
Hal ini
berdasarkan hadits-hadits tegas yang telah kami sebutkan:
“Aisyah
radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah terjadi gerhana matahari. Beliau lalu mengutus seseorang untuk
menyeru ‘ASH SHALATU JAMI’AH’ (mari kita lakukan shalat berjama’ah).
Orang-orang lantas berkumpul. Nabi lalu maju dan bertakbir. Beliau melakukan empat
kali ruku’ dan empat kali sujud dalam dua raka’at.” (HR. Muslim no. 901)
“Aisyah
menuturkan bahwa gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bangkit dan mengimami manusia dan beliau memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau
ruku’ dan memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi dan
memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang
sebelumnya. Kemudian beliau ruku’ kembali dan memperpanjang ruku’ tersebut
namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya. Kemudian beliau sujud dan
memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at berikutnya beliau mengerjakannya
seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan shalat
tadi), sedangkan matahari telah nampak.” (HR. Bukhari, no. 1044)
Ringkasnya, agar tidak terlalu berpanjang
lebar, tata cara shalat gerhana adalah sebagai berikut:
[1] Berniat
di dalam hati dan tidak dilafadzkan karena melafadzkan niat termasuk
perkara yang tidak ada tuntunannya dari Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam
dan beliau shallallahu ’alaihi wa sallam juga tidak pernah mengajarkannya
lafadz niat pada shalat tertentu kepada para sahabatnya.
[2] Takbiratul
ihram yaitu bertakbir sebagaimana shalat biasa.
[3] Membaca
do’a istiftah dan berta’awudz, kemudian membaca surat Al Fatihah dan
membaca surat yang panjang (seperti surat Al Baqarah) sambil dijaherkan
(dikeraskan suaranya, bukan lirih) sebagaimana terdapat dalam hadits Aisyah:
”Nabi
shallallahu ’alaihi wa sallam menjaherkan bacaannya ketika shalat gerhana.”
(HR. Bukhari no. 1065 dan Muslim no. 901)
[4]Kemudian
ruku’ sambil memanjangkannya.
[5]Kemudian
bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan ’SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH,
RABBANA WA LAKAL HAMD’
[6]Setelah
i’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al
Fatihah dan surat yang panjang. Berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang
pertama.
[7]Kemudian
ruku’ kembali (ruku’ kedua) yang panjangnya lebih pendek dari ruku’ sebelumnya.
[8]Kemudian
bangkit dari ruku’ (i’tidal).
[9]Kemudian
sujud yang panjangnya sebagaimana ruku’, lalu duduk di antara dua sujud
kemudian sujud kembali.
[10]Kemudian
bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka’at kedua sebagaimana raka’at pertama
hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya.
[11]Salam.
[12]Setelah
itu imam menyampaikan khutbah kepada para jama’ah yang berisi anjuran untuk
berdzikir, berdo’a, beristighfar, sedekah, dan membebaskan budak. (Lihat
Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim, 349-356, Darul Fikr dan Shohih Fiqih Sunnah, 1/438)
Nasehat
Terakhir
Saudaraku, takutlah dengan fenomena alami
ini. Sikap yang tepat ketika fenomena gerhana ini adalah takut, khawatir
akan terjadi hari kiamat. Bukan kebiasaan orang seperti kebiasaan orang
sekarang ini yang hanya ingin menyaksikan peristiwa gerhana dengan membuat
album kenangan fenomena tersebut, tanpa mau mengindahkan tuntunan dan ajakan
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika itu. Siapa tahu peristiwa ini adalah tanda
datangnya bencana atau adzab, atau tanda semakin dekatnya hari kiamat.
Lihatlah
yang dilakukan oleh Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam:
Abu Musa Al
Asy’ari radhiyallahu ‘anhu menuturkan, ”Pernah terjadi gerhana matahari pada
zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi lantas berdiri takut
karena khawatir akan terjadi hari kiamat, sehingga beliau pun mendatangi masjid
kemudian beliau mengerjakan shalat dengan berdiri, ruku’ dan sujud yang lama.
Aku belum pernah melihat beliau melakukan shalat sedemikian rupa.”
Nabi
shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda,”Sesungguhnya ini adalah
tanda-tanda kekuasaan Allah yang ditunjukkan-Nya. Gerhana tersebut tidaklah
terjadi karena kematian atau hidupnya seseorang. Akan tetapi Allah
menjadikan demikian untuk menakuti hamba-hamba-Nya. Jika kalian melihat
sebagian dari gerhana tersebut, maka bersegeralah untuk berdzikir, berdo’a dan
memohon ampun kepada Allah.” (HR. Muslim no. 912)
An Nawawi
rahimahullah menjelaskan mengenai maksud kenapa Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam takut, khawatir terjadi hari kiamat. Beliau rahimahullah menjelaskan
dengan beberapa alasan, di antaranya:
Gerhana
tersebut merupakan tanda yang muncul sebelum tanda-tanda kiamat seperti
terbitnya matahari dari barat atau keluarnya Dajjal. Atau mungkin gerhana
tersebut merupakan sebagian tanda kiamat. (Lihat Syarh Muslim, 3/322)
Hendaknya
seorang mukmin merasa takut kepada Allah, khawatir akan tertimpa adzab-Nya.
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam saja sangat takut ketika itu, padahal kita
semua tahu bersama bahwa beliau shallallahu ’alaihi wa sallam adalah hamba yang
paling dicintai Allah. Lalu mengapa kita hanya melewati fenomena semacam ini
dengan perasaan biasa saja, mungkin hanya diisi dengan perkara yang tidak
bermanfaat dan sia-sia, bahkan mungkin diisi dengan berbuat maksiat. Na’udzu
billahi min dzalik.
*******
Demikian
penjelasan yang ringkas ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi seluruh kaum
muslimin. Semoga kaum muslimin yang lain juga dapat mengetahui hal ini.
Semoga kita
selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat, dapat beramal sholih dan semoga kita
selalu diberkahi rizki yang thoyib.
Pangukan,
Sleman, 25 Muharram 1430 H
Yang selalu
mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya
Muhammad
Abduh Tuasikal, ST
http://rumaysho.wordpress.com/2009/01/24/tata-cara-shalat-gerhana/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar